Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kinadipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.
Jenis Obat tradisional
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet. Bentuk-bentuk sediaan ini saat ini sudah semakin aman dan terstandarisasi serta dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan dari sediaan atau produk sediaan atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut. Melalui teknologi farmasi dan kedokteran dapat dilakukan uji bioaktivitasnya, uji praklinis, uji klinis, pembuatan sediaan fitofarmakanya dan standarisasi bahan-bahan / simplisia sehingga warisan turun temurun yang digunakan oleh nenek moyang dapat dikembangkan secara ilmiah atau medis atau dapat dikembangkan sebagai obat yang siap diresepkan oleh dokter atau sejajar dengan obat modern.
Setelah terbukti aktif sebagai obat tertentu dan uji toksisitasnya tidak toksik terhadap kesehatan maka selanjutnya dilakukan pengawasaan produksi dan pemasarannya oleh badan pengawas obat dan makanan (BPOM) atau instansi terkait agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Penggolongan Obat Tradisional
Penggolongan dan penandaan obat tradisional terbagi menjadi tiga yaitu Jamu. Obat herbal terstandar. dan Fitofarmaka.
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang disiapkan dan disediakan secara tradisional, berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional berdasarkan pengalaman. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur atau pengalaman leluhur.
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 (Tiga) generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.
Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang sering hadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini contohnya kita bisa melihat banyak masyarakat yang kembali ke pengobatan herbal. Banyak ramuan-ramuan obat tradisional yang secara turun-temurun digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek samping.
Kriteria jamu harus Aman, Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, Memenuhi persyaratan mutu. Tebukti Secara Empiris, Terbukti Secara Ilmiah. Klaim Penggunaan, Diawali dengan kalimat: “Secara Tradisional Digunakan Untuk …” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran. Kelompok Jamu Harus Mencantumkan Logo Dan Tulisan “Jamu”
2. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.
Dalam proses pembuatannya, Obat Herbal Terstandar memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandari bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
Kriteria Obat herbal terstandar, Aman,Klaim penggunaan dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik, Bahan baku yang digunakan telah terstandar, Memenuhi persyaratan mutu. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “Obat Herbal Terstandar”
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi
Kriteria Fitofarmaka, Aman, Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik. Bahan baku yang digunakan telah terstandar dan produk jadi distandarkan, Memenuhi persyaratan mutu. Kelompok fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “Fitofarmaka”
Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter.
Standarisasi Obat Tradisional
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter / bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologik.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku).
Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Standarisasi bahan
Sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)
2. Standarisasi produk
Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
3. Standarisasi proses
Metoda, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOBT). Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuk sediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Dalam standarisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen atau masyarakat pengguna.
Parameter Standarisasi Obat Tradisional
Adapun parameter-parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu Parameter spesifik, dan Parameter non spesifik.
1. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll
2. Parameter spesifik
Parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.